Becak Pekalongan |
Becak yang ditemukan dekat stasiun kereta api ini oleh pemiliknya ikhlas dijual kepada tim MBI untuk dijadikan koleksi. Pemilik becak ini adalah Bapak Hendro yang memiliki 3 becak dimana beliau menjual becaknya untuk kebutuhan dana wisuda anaknya di Surabaya.
Meskipun modelnya tidak jauh berbeda dengan becak yang ada di Surabaya atau di Jogja, becak Pekalongan mempunyai keunikan tersendiri. Pada bagian depan samping kabin terdapat dua besi melengkung yang menjorok kedepan kurang lebih 30 cm. Lengkungan besi tersebut berguna bagi pengemudi saat pertama akan mengayuh becaknya. Pengemudi pertama-tama akan berada di depan ruang penumpang dan menarik becaknya seperti menarik gerobak. Jika arah becak sudah benar dan tidak lagi berada di jalan mendaki atau rusak barulah tukang becak pindah ke belakang dan naik ke sadelnya lalu mengayuh pedal bacaknya.
Perbedaan becak Pekalongan dengan becak yang lain adalah tempat duduk untuk penumpang lebih luas dibandingkan dengan becak lainnya, serta penutup ban (baca : slebor) bentuknya mengembang dicat dengan motif-motif yang unik. Malahan pernah di Pekalongan sendiri diberlakukan antara becak siang dan becak malam yang dibedakan dengan warna slebornya (siang : biru; malam : putih). Sayangnya dalam perkembangannya sekarang ini banyak sekali dijumpai becak-becak yang beroperasi tanpa slebor. Padahal slebor becak Pekalongan merupakan salah satu ciri khas tersendiri dibandingkan dengan becak-becak yang ada di daerah lain. Sedangkan di bagian belakang becak terdapat laci seperti bagasi untuk menyimpan peralatan, bekal dan lain-lain. Biasanya tukang becak pada saat menunggu penumpang / mangkal memilih tempat yang strategis seperti pasar, pertokoan, ujung-ujung jalan besar / kecil serta tempat-tempat lainnya yang cukup ramai untuk mencari penumpang. Istilah untuk menunggu penumpang ini biasanya disebut dengan "ngetem" sambil leyeh-leyeh.